
Penyakit anemia defisiensi zat besi ini masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi Indonesia. Defisiensi sendiri ialah ketika manusia tidak mendapatkan kadar unsur vitamin dan mineral yang ideal agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Defisiensi ini dapat menyebabkan tubuh menjadi rentan penyakit. Sementara itu, anemia merupakan sebuah penyakit dengan kondisi dimana kadar Hb lebih rendah dibandingkan kadar normal sehinggal berkurangnya jumlah sel darah merah yang bersirkulasi. Dan di Indonesia sendiri, penyakit anemia akibat defisiensi zat besi masih sering dijumpai. Anemia ini pun menyerang lintas generasi, baik dari balita, anak-anak, remaja, hingga ibu hamil dan menyusui. Bila ini terus dibiarkan terjadi tanpa adanya sosialisasi untuk pencegahan penyakit ini, maka anemia defisiensi zat besi bisa mengganggu banyak generasi di masa depan.
Penyebab Kasus Anemia Defisiensi Zat Besi di Indonesia
Merujuk data Riskedas di tahun 2013 seperti gambar di bawah, dapat dilihat bahwa prevalensi anemia defisiensi zat besi di Indonesia masih menunjukan angka yang besar. Angkat terbesar ditunjukan pada prevalensi anemia ibu hamil dengan presentase 37.1 persen. Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Prevalensi anemia pada remaja di tahun 2013 menunjukan sebanyak 22.7 persen perempuan usia 15 tahun ke atas mengalami anemia defisiensi zat besi. Sementara itu, merujuk data yang dikeluarkan oleh Sekartini R dan Sari Pediatri pada tahun 2005, menunjukan bahwa ada sebanyak 26.7 persen bayi usia 4-8 bulan serta 73.3 persen bayi usia 8-12 bulan yang terkena anemia akibat kekurangan zat besi.

Prevalensi anemia pada ibu hamil menunjukan kenaikan angka atau jumlah kasus di tahun 2018 seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah. Sebanyak 48.9 persen ibu hamil di Indonesia mengalami anemia defisiensi zat besi pada tahun 2018, dan angka tersebut melebihi angka jumlah kasus global yakni sebesar 38 persen.

Lalu yang menjadi pertanyaan, apa penyebab banyaknya kasus anemia kekurangan zat besi di Indonesia?
Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskedas) mengatakan salah satu penyebab anemia kekurangan zat besi di Indonesia ialah pangan negeri ini yang masih didominasi nabati. Pangan nabati ialah bahan pangan yang bersumber dari tumbuhan, seperti sayuran, buah, gandum, dan kacang-kacangan. Dominasi pangan nabati ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia mayoritas masih mengonsumsi sayur-sayuran dan lainnya. Pengonsumsian nabati ini membuat kita memiliki asupan energi dan protein yang rendah. Asupan yang rendah itu, membuat terjadinya defisit protein dan mikronutrient yang dapat memengaruhi kekurangan zat besi dan menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
Faktor-Faktor Asupan Penyebab Anemia Defisiensi Zat Besi
- Asupan zat besi yang rendah, terutama besi heme.
- Asupan vitamin C yang rendah.
- Konsumsi sumber fitat yang berlebihan.
- Konsumsi sumber tannin berlebihan (kopi dan teh).
- Menjalankan diet yang tidak seimbang.
Menjadi sangat penting untuk mengonsumsi makanan dengan zat besi yang tinggi, terutama makanan yang mengandung zat besi heme. Makanan yang mengandung zat besi heme ini berasalah dari protein hewani. Sementara, makanan yang mengandung zat besi non-heme berasal dari tumbuhan atau nabati. Disarankan untuk memprioritaskan mengonsumsi makanan dengan zat besi heme, sebab asupan zat besi heme lebih mudah dan cepat diserap oleh tubuh. Sumber zat besi dari besi heme ini bisa didapatkan dengan mengonsumsi daging ayam, daging sapi, hati ayam dan sapi, ikan salmon, dan daging domba. Di sisi lain, zat besi dari besi non-heme bisa didapatkan melalui asupan nabati, seperti bayam, wortel, kangkung, tempe, tahun, jamur, dan masih banyak lagi. Namun, besi non-heme atau asupan nabati tidak mudah diserap oleh tubuh. Kita ibaratnya perlu kerja dua kali agar asupan besi non-heme dari nabati dapat diterima dan diserap dengan baik oleh tubuh. Untuk meningkatkan penyerapan besi non-heme oleh tubuh, kita perlu menambah asupan asam askorbat atau vitamin C yang bisa diperoleh dari paprika merah, brokoli, jambu biji, kiwi, cabai, kelengkeng, mangga, tomat, dan jeruk, serta menambah asupan asam sitrat dan komponen-komponen makanan lainnya.


Yang jadi pertanyaan selanjutnya ialah apa bahaya dampak dari anemia defisiensi zat besi bagi keberlangsungan generasi?
Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi bagi Lintas Generasi
Bila penyakit anemia defisiensi zat besi ini terus dibiarkan dan diabaikan begitu saja, dapat berdampak pada kelanjutan generasi atau dalam kata lain anemia ini bisa berlanjut dalam lintas generasi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya di atas, bahwa ibu hamil di Indonesia memiliki presentase tertinggi sebagai kelompok yang terkena anemia akibat kekurangan zat besi. Bahkan, di tahun 2018, presentasenya mencapai sebesar 48.9 persen melebihi angka global yang mencapai angka sebesar 38 persen. Sebanyak 48.9 persen ibu hamil mengalami anemia kekurangan zat besi. Bila hal ini terus terjadi, maka anemia yang dialami ibu hamil ini bisa memengaruhi sang anak atau generasi penerusnya. Dampak yang paling sering terjadi di Indonesia pada anak–bayi atau balita akibat anemia kekurangan zat besi yang dialami ibu hamil ialah stunting. Stunting di Indonesia menunjukan angka mencapai 37.2 persen.

Stunting merupakan kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila pertumbuhan anak mengalami stunting, maka pekembangannya pun akan terpengaruhi. Di usia remaja dan saat mengandung, dirinya bisa mengalami malnutrisi. Bila mengalami malnutrisi saat kita sudah menginjak umur dewasa atau mengandung, maka akan memengaruhi anak kita, dimana anak kita dapat mengalami kekurangan berat badan atau underweight. Inilah mengapa anemia akibat kekurangan zat besi dapat memengaruhi keberlangsungan generasi atau dapat terjadi dalam lintas generasi. Dimulai dari ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi zat besi, bisa berakibat ke kondisi tumbuh kembang anak yang juga di masa depan bisa memengaruhi keberlangsungan generasi berikutnya.

Selain anemia yang dialami oleh ibu hamil, sangat perlu bagi kita untuk memerhatikan anemia defisiensi zat besi pada anak. Sebab, anemia yang dialami oleh anak juga bisa memiliki dampak jangka panjang dan menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Anemia yang dialami anak juga dapat memengaruhi prestasi dan kinerja di kehidupannya dan di masa anak-anak hingga remaja mereka. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan menggangu keberlangsungan generasi selanjutnya. Mengapa demikian? sebab anemia memiliki dampak jangka panjang yang meliputi:
- Menurunnya daya tahan tubuh.
- Menurunnya kebugaran.
- Mengganggu prestasi.
- Membuat kinerja ikut menurun.
- Menyebabkan meningkatnya infeksi yang dapat dengan mudah menyerang tubuh.
Maka, perlu bagi kita untuk mengetahui gejala-gejala anemia defisiensi zat besi yang dialami anak-anak, remaja, maupun ibu hamil, agar bisa segera ditangani dengan tepat.
Gejala Anemia yang Perlu Diperhatikan
Secara umum, gejala anemia meliputi:
- Kelopak mata pucat
- Kulit pucat
- Sakit kepala
- Tekanan darah rendah
- Kelemahan otot
Bagi anemia yang sudah pada fase berat, gejala meliputi:
- Nadi cepat
- Nafas cepat atau sesak nafas
- Kelemahan otot
Bagi anemia yang sudah mencapai fase kronis, pembesaran limpa menjadi gejala yang sering ditemui.
Sementara itu, anak-anak mengalami gejala anemia yang cukup berbeda. Gejala ini di antaranya seperti:
- Rewel
- Lemas
- Pusing
- Tidak nafsu makan
- Gangguan konsentrasi
- Gangguan pertumbuhan
- Cenderung mudah mengantuk
- Tidak aktif bergerak
Pertanyaan selanjutnya ialah penangan seperti apa yang harus dilakukan untuk menghadapi besarnya angka anemia defisiensi zat besi di Indonesia?
Upaya Penanganan Anemia Defisiensi Zat Besi
Upaya penanganan anemia akibat kekurangan zat besi bagi ibu hamil ini bisa dengan suplementasi besi folat. Bagi anak remaja atau usia sekolah dapat dilakukan dengan adanya pemberian imunisasi anak di sekolah serta pemberian suplementasi zat besi. Sementara itu, bagi bayi dan balita, penanganan bisa dilakukan dengan pemantauan pertumbuhan, pemberian suplementasi vitamin A, pemberian susu pertumbuhan, dan pemberian garam yodium.

Selain upaya penanganan anemia defisiensi zat besi yang dilakukan Pemerintah melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) dan sosialisasi lainnya, ada pihak swasta yang turut memberi perhatian pada anemia dan masalah gizi secara keseluruhan. Pihak swasta ini salah satunya ialah Danone Indonesia.
Upaya Danone Indonesia dalam Membantu Permasalahan Gizi di Indonesia
One Planet, One Health
Sejak hadir pada tahun 1954, Danone Indonesia telah turut serta berkontribusi dalam melindungi kesehatan masyarakat Indonesia melalui produk-produk berkualitas yang dihasilkan. Danone Indonesia sendiri percaya bahwa selain menjaga keberlangsungan dan kesehatan masyarakat Indonesia, kita harus turut menjaga ekosistem atau alam yang kita huni. Danone Indonesia meyakini bahwa kesehatan manusia dan planet saling berhubungan, dan Danone ingin memelihara dan melindungi keduanya. Dengan visi menjaga kesehatan manusia dan planet, banyak upaya yang sudah dilakukan oleh Danone Indonesia. Salah satunya tidak lupa bagaimana Danone Indonesia menjadi salah satu pihak swasta yang turut memberikan fokus terhadap permasalahan salah satu dampak dari anemia defisiensi zat besi, yakni stunting.

“Bersama Cegah Stunting” ini merupakan upaya pencegahan salah satu dampak anemia defisiensi zat besi yang dilakukan oleh Danone Indonesia dan didukung oleh berbagai mitra, seperti Kemenkes (Kementrian Kesehatan) dan RSCM. Mengutip Republik, perwakilan Danone Indonesia mengatakan bahwa program “Bersama Cegah Stunting” ini dengan memperhatikan dan mencakup Intervensi Gizi Spesifik, yakni faktor nutrisi dan Intervensi Gizi Sensitif yang berkaitan dengan faktor lingkungan. Danone Indonesia sebagai perusahaan yang berfokus di bidang makanan dan minuman bernutrisi, menjadi pelopor dari program pencegahan stunting di Indonesia ini. Program pencegahan stunting ini pun akan diselenggarakan bersamaan dengan kegiatan edukasi. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam program “Bersama Cegah Stunting” ini meliputi:
- Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.
- Kader Posyandu dan guru PAUD.
- Mengedukasi orang tua, guru, dan anak-anak sekolah terkait 1000 Hari Pertama Kehidupan, Gizi Lengkap Seimbang, dan Sanitasi.
- Penyediaan akses terhadap air bersih, gizi khusus dan berkualitas.

Bersamaan dengan informasi di atas dan upaya penanganan yang dilakukan Pemerintah dan pihak swasta–salah satunya Danone Indonesia, diharapkan masyarakat Indonesia lebih sadar dan paham pentingnya menjaga gizi tubuh salah satunya dengan menjamin kadar zat besi di tubuh agar terbebas dari penyakit anemia defisiensi zat besi. Sebab, penyakit anemia defisiensi zat besi ini bukan hanya merugikan kita sendiri sebagai individu, tetapi bisa memengaruhi dan berdampak pada keberlangsungan generasi kita selanjutnya.